BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an
secara bahasa berasal dari kata qaraa,
yaqrau, qur’anan yang berarti “bacaan atau yang dibaca”. Secara istilah Al-Qur’an didefenisikan
sebagai sebuah kitab yang berisi kalam Allah swt., suatu mukjizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW., melalui perantaraan malaikat Jibril, ditulis dalam
mushaf yang kemurniannya senantiasa terpelihara, dan membacanya merupakan
ibadah.
Ilmu
atau ilmu pengetahuan adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman
manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi
agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Al
Qur’an merupakan sumber ilmu yang takkan habis-habisnya untuk dikaji dan
diteliti. Menurut Albert Einstein “Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah timpang
dan agama tanpa ilmu pengetahuan adalah buta”. Al Qur’an bukanlah buku science
(ilmu pengetahuan) tetapi buku signs (tanda-tanda kebesaran Tuhan). Banyak
cabang-cabang ilmu pengetahuan yang digali dari Al-Qur’an. Salah satu
kemukjizatan (keistimewaan) Al-Qur’an yang paling utama adalah hubungannya
dengan sains dan ilmu pengetahuan, begitu pentingnya sains dan ilmu pengetahuan
dalam Al-Qur’an. Sehingga dalam makalah ini kami ingin membahas tentang
Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan (biologi dan geografi).
B.
Rumusan Masalah
a.
Apakah pengertian Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan serta hubungan
antara keduanya?
b.
Bagaimana konsep dan kedudukan akal dalam Al-Qur’an?
c.
Bagaimana
celaan terhadap orang-orang yang tidak mempergunakan akal?
d.
Apakah ayat
yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan?
C.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui pengertian Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan serta
hubungan antara keduanya.
b.
Untuk mengetahui konsep dan kedudukan akal dalam Al-Qur’an.
c.
Untuk mengetahui celaan terhadap orang-orang yang
tidak mempergunakan akal.
d.
Untuk mengetahui ayat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan.
BAB DUA
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan Serta Hubungan Antara
Keduanya.
Al-Qur’an secara ilmu kebahasaan berakar dari kata qaraa yaqrau qur’anan
yang berarti “bacan atau
yang dibaca”. Secara umum Al-Qur’an
didefenisikan sebagai sebuah kitab yang berisi himpunan kalam Allah, suatu
mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantaraan malikat
Jibril, ditulis dalam mushaf yang kemurniannya
senantiasa terpelihara, dan membacanya merupakan amal ibadah.
Al- Qur’an adalah kitab induk, rujukan utama bagi segala rujukan, sumber
dari segala sumber, basis bagi segala sains dan ilmu pengetuhan, sejauh mana
keabsahan ilmu harus diukur standarnya adalah Al-Qur’an. Ia adalah buku induk
ilmu pengetahuan, di mana
tidak ada satu perkara apapun yang terlewatkan, semuanya telah terkafer di dalamnya
yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik yang berhubungan dengan Allah (Hablum minallah), sesama manusia (Hablum minannas), alam, lingkungan, ilmu akidah, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu agama, umum
dan sebagainya.
Sedangkan ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha
sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari
berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge),
tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati
dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena
manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti
setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (material saja), atau
ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya
dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan
dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak
matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok
menjadi perawat.
Manusia merupakan ciptaan yang
paling sempurna diantara makhluk-makhluk ciptaan Allah. Karena, manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan disertakan alat untuk
berfikir. Dengan akal dan fikirannya manusia dapat membangun peradaban dan
menghadirkan ilmu pengetahuan.
Sains dan ilmu
pengetahuan merupakan salah satu isi pokok kandungan kitab suci al-Qur’an.
Sains merupakan salah satu kebutuhan agama Islam, betapa tidak setiap kali umat
Islam ingin melakasanakan ibadah selalu memerlukan penentuan waktu dan tempat
yang tepat, umpamanya melaksanakan shalat, menentukan awal bulan Ramadhan,
pelaksanaan haji semuanya punya waktu-waktu tertentu dan untuk mentukan waktu
yang tepat diperlukan ilmu astronomi. Maka dalam Islam pada abad pertengahan
dikenal istilah “ sains mengenai waktu-waktu tertentu”. Banyak lagi ajaran
agama yang pelaksanaannya sangat terkait erat dengan sains dan teknologi,
seperti untuk menunaikan ibadah haji, bedakwah menyebarkan agama Islam
diperlukan kendaraan sebagai
alat transportasi. Allah telah meletakkan garis-garis besar sains dan ilmu
pengetahuan dalam al-Qur’an, manusia hanya tinggal menggali, mengembangkan
konsep dan teori yang sudah ada, antara lain sebagaimana terdapat dalam Q.S
Ar-Rahman: 55/33.
u|³÷èyJ»t Çd`Ågø:$# ħRM}$#ur ÈbÎ) öNçF÷èsÜtGó$# br& (#räàÿZs? ô`ÏB Í$sÜø%r& ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur (#räàÿR$$sù 4
w cräàÿZs? wÎ) 9`»sÜù=Ý¡Î0 ÇÌÌÈ
Artinya: “Hai
jama'ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit
dan bumi, Maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan
kekuatan.”
Al-Qur’an sejak empat belas abad
yang silam telah memberikan isyarat secara ilmiyah kepada bangsa Jin dan
Manusia, bahwasanya mereka telah di persilakan oleh Allah untuk mejelajah di
angkasa luar asalkan saja mereka punya kemampuan dan kekuatan, kekuatan yang
dimaksud disini sebagaimana di tafsirkan para ulama adalah ilmu pengetahuan
atau sains dan teknologi, dan hal ini telah terbukti di era medern sekarang
ini, dengan di temukannya alat transportasi yang mampu menembus angksa luar
bangsa-bangsa yang telah mencapai kemajuan dalam bidang sains dan teknologi
telah berulang kali melakukan pendaratan di Bulan, pelanet Mars, Jupiter dan
planet-planet lainnya.
Pemaparan-pemaparan di atas secara
tidak langsung menerangkan, bahwa antara ilmu pengetahuan dan al-qur’an ada
kaitan erat. Akan tetapi keterkaitan antara keduanya disesuaikan dengan porsi
yang sesuai.
B.
Konsep dan Kedudukan Akal dalam Al-Qur’an.
Pada masa-masa awal, saat Nabi Muhammad SAW masih hidup, pemahaman terhadap
wahyu Allah bukan merupakan hal yang rumit. Sebab saat itu segala persoalan
bisa ditanyakan langsung kepada Nabi untuk menafsir wahyu-wahyu Allah. Namun
setelah Nabi SAW wafat, permasalahan yang dihadapi umat Islam semakin kompleks.
Oleh karena itu, masalah-masalah yang muncul namun belum ada tuntunan
penyelesaiannya baik dalam al-Quran maupun as-Sunnah untuk mengatasinya maka muncullah jalan ketiga yakni
Ijtihad.
Di sinilah peran akal, terutama dalam memahami wahyu Allah menjadi sangat
urgen. Berkenaan dengan hal ini ada sebuah hadis yang sangat terkenal.
Diceritakan pada saat Nabi Muhammad SAW hendak mengirim Mu’adz ke Yaman,
Rasulullah bertanya: Dengan apakah engkau hendak menjalankan hukum? Mu’adz
menjawab, “Dengan kitab Allah”. Lalu Nabi bertanya lagi, “Bagaimana jika engkau
tak mendapat keterangan dalam kitab Allah?” Mu’adz menjawab, “Dengan sunah
Rasul.” Nabi bertanya lagi,”Bagaimana jika dalam sunahku juga tak kau dapati?”
Mu’adz menjawab,”Saya berijtihad dengan akal saya, dan saya tak pernah berputus
asa.”
Hadits ini sering dijadikan dalil berkenaan dengan peranan ijtihad dalam
hukum Islam. Akal dalam deskripsi di atas menempati posisi yang signifikan
dalam berijtihad. Namun demikian, di sana kita juga melihat isyarat bahwa
posisi akal secara hierarkis jatuh setelah al-Quran dan Sunah. Akal menempati
posisi ketiga.
Urgensi kehadiran akal juga dapat dilihat dalam hadis Nabi yang
memerintahkan umat Islam untuk menuntut ilmu. Nabi SAW bersabda: Mencari
ilmu wajib hukumnya bagi muslimin dan muslimat (HR. Muslim). Perintah
untuk mencari ilmu dapat dipahami bahwa manusia harus memaksimalkan potensi
akalnya.
Akal juga
merupakan salah satu bagian dari Nafs (Jiwa), dimana bagian-bagian lain dari
jiwa adalah Ghadab (emosi) dan Syahwat (nafsu), akal merupakan penyeimbang
dalam diri manusia, akal dinilai dapat meminimalisir kesalahan yang dilakukan
manusia, akal sebagai penopang atau sebagai panduan manusia dalam menjalankan
aktivitasnya sehari-hari, karena akal diberikan oleh Allah kepada manusia untuk
berfikir sehingga akal dapat dijadikan sebagai wadah untuk menyimpan ilmu
dimana manusia menggunakan ilmu tersebut sebagai tolak ukur dalam memandang,
memahami serta melakukan aktivitas sesuai dengan syari’at dan ketentuan yang
diberikan oleh sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT. Dengan akal pula manusia
mampu memahami petunjuk-petunjuk menuju jalan keselamatan yang ada dalam wahyu
Allah, kitab suci al-Qur’an.
Dalam
berbagai ayat di Al-Qur’an Allah telah menganjurkan manusia untuk senantiasa
menggunakan akal, hal ini terdapat dalam QS. Al-An’am : 32 yang berbunyi :
$tBur äo4quysø9$# !$u÷R$!$# wÎ) Ò=Ïès9 ×qôgs9ur (
â#¤$#s9ur äotÅzFy$# ×öyz tûïÏ%©#Ïj9 tbqà)Gt 3
xsùr& tbqè=É)÷ès?
Artinya: Dan
tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka, dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka
Tidakkah kamu mempergunakan akal?
Dalam ayat ini dimaksudkan bahwa kesenangan-kesenangan duniawi itu hanya
sebentar dan tidak kekal. Janganlah orang terperdaya dengan kesenangan-kesenangan
dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat.
Oleh karena
itu dapat kita simpulkan bahwa dalam beragama, kita sebagai manusia harus
mempergunakan akal kita. Namun yang harus diperhatikan adalah, akal tidak kita
jadikan segala-galanya sehingga kita pada akhirnya melanggar atau mengingkari
perintah serta wahyu Allah swt. Jika kita melanggar wahyu Ilahiyah, maka sudah
tidak berarti lagi beragamanya kita, Alquran, serta teladan dari Nabi Muhammad
saw. Hal tersebut karena kita lebih mengutamakan akal dan mengesampingkan wahyu
Ilahiyah. Oleh karena itu, tetap ada batasan-batasan yang tegas antara mana
yang harus menggunakan akal, dan mana yang harus diterima sebagai suatu
ketentuan Allah swt, yang disampaikan melalui Rasulullah (Alquran ataupun
As-Sunnah).
Batasan-batasan
dalam mempergunakan akal antara lain :
1.
Ketentuan
dari Allah swt yang bersifat syari’at yang bersifat aturan wajib dan tidak bisa
diakal-akalkan. Contohnya adalah jumlah raka’at dalam setiap shalat, dan posisi
shalat shaf perempuan di belakang shaf laki-laki. Semua aturan syari’at
tersebut harus mengikuti tata cara yang dicontohkan Rasulullah saw.
2.
Hal-hal yang
bersifat ghaib. Contohnya adalah berita tentang kehidupan setelah hari Kiamat, Surga, dan
Neraka. Hal-hal tersebut tidak perlu dipertanyakan dan harus diterima apa
adanya. Manusia tidak akan sanggup dan bisa membongkar rahasia di baliknya
karena pengetahuan tentang hal ini hanya pada Allah swt dan Rasul-Nya.
3.
Segala
aturan yang telah ditetapkan di dalam Alquran seperti haramnya suatu makanan
dan minuman. Contohnya adalah haramnya daging babi dan minuman keras (khamr).
Selain itu juga perbuatan-perbuatan haram seperti bermain judi dan juga riba.
Begitulah
kedudukan akal bagi seorang manusia. Manusia yang berakal adalah dia yang mampu
membedakan antara yang baik dan yang buruk. Manusia yang beruntung sejatinya
adalah manusia yang dengan akalnya dia justru bisa lebih mengenal dirinya dan
lingkungannya sehingga bisa lebih dekat kepada Allah swt sebagai pencitpa segala
sesuatu.
C.
Celaan
Terhadap Orang-Orang Yang Tidak Mempergunakan Akal.
Firman Allah
dalam Q.S Al-Anfaal ayat 22:
* ¨bÎ) §° Éb>!#ur£9$# yZÏã «!$# MÁ9$# ãNõ3ç6ø9$# úïÏ%©!$# w tbqè=É)÷èt ÇËËÈ
Artinya: Sesungguhnya binatang (makhluk) yang seburuk-buruknya pada sisi
Allah ialah; orang-orang yang pekak dan tuli yang tidak mengerti apapun.
Maksud dari ayat ini ditujukan bagi orang-orang yang tidak mau mendengarkan
perkara yang hak dan tidak mau memahaminya (diam seribu bahasa). Mereka itu adalah
seburuk-buruk makhluk, karena sesungguhnya semua makhluk selain mereka taat
kepada Allah dan mensyukuri apa yang
Allah ciptakan untuk mereka. Sedangkan merekayang diciptakan oleh Allah untuk
beribadah kepada-Nya, tetapi mereka ingkar kepada-Nya. Karena itulah mereka
diserupakan sebagai binatang.
Sebagaimana
yang terdapat di dalam Firman Allah lainnya dalam Q.S Al-Furqan ayat 44:
÷Pr& Ü=|¡øtrB ¨br& öNèdusYò2r& cqãèyJó¡o ÷rr& cqè=É)÷èt 4
÷bÎ) öNèd wÎ) ÄN»yè÷RF{$%x. (
ö
@t/ öNèd @|Êr& ¸xÎ6y ÇÍÍÈ
Artinya: Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar
atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).
Penjelasan dari ayat ini yakni tentang mereka lebih buruk
keadaannya dari pada hewan ternak yang dilepas bebas, karena sesungguhnya hewan
ternak itu hanyalah melakukan sesuai dengan naluri kehewanannya, sedangkan
manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah semata tiada sekutu baginya
lalu mengapa mereka tidak menyembahnya? bahkan mereka menyembah selainnya dan
mempersekutukannya dengan yang lain, padahal hujjah telah ditegakkan terhadap
mereka dengan diutusnya Rasul kepada mereka.
Inilah beberapa ayat tentang celaan Allah terhadap orang yang tidak mempergunakan
akal yang dipersamakan dengan binatang bahkan lebih buruk dari binatang,
kecuali 3 (tiga) golongan manusia yaitu orang yang tidur sampai ia terjaga,
anak kecil sampai dia bermimpi (baligh), dan orang gila sampai dia sadar.
D.
Ayat-Ayat Yang Berhubungan Dengan Ilmu Pengetahuan.
1.
Hubungan
Al-Qur’an dalam Bidang Biologi
óOs9urr& tt tûïÏ%©!$# (#ÿrãxÿx. ¨br& ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚöF{$#ur $tFtR%2 $Z)ø?u $yJßg»oYø)tFxÿsù (
$oYù=yèy_ur z`ÏB Ïä!$yJø9$# ¨@ä. >äóÓx« @cÓyr ( xsùr& tbqãZÏB÷sã ÇÌÉÈ
Artinya: Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami
pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup.
Maka mengapakah mereka tiada juga beriman? (Q.S.
al-Anbiya (21) : 30).
Al-Qur’an mengatakan 1400 tahun yang
lalu ,segala yang hidup di ciptakan dari air.Saat ini kita mengetahui ,sel
plasma,yang menjadi inti dari sel hidup terisi 80%air.
Dalam Q.S. An-Nuur (24) : 45 dan Q.S.
Al-Furqaan (25) : 54 juga mengatakan tentang semua makhluk yang hidup juga
diciptakan dari air.
ª!$#ur t,n=y{ ¨@ä. 7p/!#y `ÏiB &ä!$¨B (
Nåk÷]ÏJsù `¨B ÓÅ´ôJt 4n?tã ¾ÏmÏZôÜt/ Nåk÷]ÏBur `¨B ÓÅ´ôJt 4n?tã Èû÷,s#ô_Í Nåk÷]ÏBur `¨B ÓÅ´ôJt #n?tã 8ìt/ör& 4
ß,è=øs ª!$# $tB âä!$t±o 4
¨bÎ) ©!$# 4n?tã Èe@à2 &äóÓx« ÖÏs%
Artinya: Dan Allah
Telah menciptakan semua jenis hewan dari air, Maka sebagian dari hewan itu ada
yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki sedang
sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang
dikehendaki-Nya, Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Q.S.
An-Nuur (24) : 45)
uqèdur Ï%©!$# t,n=y{ z`ÏB Ïä!$yJø9$# #Z|³o0 ¼ã&s#yèyfsù $Y7|¡nS #\ôgϹur 3 tb%x.ur y7/u #\Ïs% ÇÎÍÈ
Artinya: Dan dia
(pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya)
keturunan dan mushaharah dan maka Tuhanmu Maha Kuasa. (Q.S. Al-Furqaan (25)
: 54)
Contoh kaitan
antara Al-Quran dan ilmu Biologi yaitu proses penciptaan manusia. Allah
menempatkan nuthfah (yakni air mani yang
terpancar dari laki-laki dan perempuan dan bertemu ketika terjadi jima’) dalam
rahim seorang ibu sampai waktu tertentu. Dia Yang Maha Kuasa menjadikan rahim
itu sebagai tempat yang aman dan kokoh untuk menyimpan calon manusia. Dari
nuthfah, Allah jadikan ‘alaqah yakni segumpal darah beku yang bergantung di
dinding rahim. Dari ‘alaqah menjadi mudhghah yakni sepotong daging kecil yang
belum memiliki bentuk. Setelah itu dari sepotong daging bakal anak manusia
tersebut, Allah kemudian membentuknya memiliki kepala, dua tangan, dua kaki
dengan tulang-tulang dan urat-uratnya. Lalu Dia menciptakan daging untuk
menyelubungi tulang-tulang tersebut agar menjadi kokoh dan kuat. Ditiupkanlah
ruh, lalu bergeraklah makhluk tersebut menjadi makhluk baru yang dapat melihat,
mendengar, dan meraba.
Firman Allah SWT dalam surah Q.S.
Al- Mukminuun : 12-14:
ôs)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$# `ÏB 7's#»n=ß `ÏiB &ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_ ZpxÿôÜçR Îû 9#ts% &ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz spxÿôÜZ9$# Zps)n=tæ $uZø)n=ysù sps)n=yèø9$# ZptóôÒãB $uZø)n=ysù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù zO»sàÏèø9$# $VJøtm: ¢OèO çm»tRù't±Sr& $¸)ù=yz tyz#uä 4
x8u$t7tFsù ª!$# ß`|¡ômr& tûüÉ)Î=»sø:$# ÇÊÍÈ
Artinya: Dan
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging.
Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah
Allah, Pencipta yang paling baik.
2.
Hubungan
Al-Qur’an dalam Bidang Geografi
Ikatan siklus air ,diuraikan pertama
kali oleh Sir Bernard Palessy pada tahun 1580,bagaimana air menguap dari
lautmembentuk awan ,awan berpindah ke darat,jatuh sebagai hujan,hujan mengalir
ke laut,begitulah satu putaran terlengkapi.
Al-Qur’an
menyebutkan pada Q.S. Az-Zumar : 21:
öNs9r& ts? ¨br& ©!$# tAtRr& z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# [ä!$tB ¼çms3n=|¡sù yìÎ6»oYt Îû ÇÚöF{$# ¢OèO ßlÌøä ¾ÏmÎ/ %Yæöy $¸ÿÎ=tGøC ¼çmçRºuqø9r& §NèO ßkÎgt çm1utIsù #vxÿóÁãB ¢OèO ¼ã&é#yèøgs $¸J»sÜãm 4
¨bÎ) Îû Ï9ºs 3tø.Ï%s! Í<'rT{ É=»t7ø9F{$# ÇËÊÈ
Artinya: Apakah kamu
tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit, maka
diaturnya menjadi sumber-sumber air di bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air
itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu
melihatnya kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas
dapat disimpulkan beberapa hal penting antara lain:
1.
Islam sangat mengapresiasi peran akal. Baik ayat al-Qur’an, adis, maupun
kaidah ulama ushul fikih dan mufasir menekankan pentingnya peran akal bagai
sebagai instrument untuk memahami ajaran-ajaran Allah, maupun sebagai
instrument pengembangan peradaban. Namun demikian, Islam menempatkan akal
dengan batasan-batasan tertentu. Dihadapakan pada wahyu Allah, akal bersifat
relative sedangkan wahyu Allah bersifat muthlak.
2.
Dalam
Al-Qur’an terdapat banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan tentang berbagai
macam ilmu, baik itu ilmu agama maupun ilmu umum, sehingga jika dikatakan bahwa
Al-Quran berlaku sepanjang zaman maka hal tersebut adalah benar, karena dalam
Al-Qur’an terdapat ilmu-ilmu yang sebenarnya telah lama diungkapkan oleh
Al-Qur’an, namun baru dapat dijelaskan oleh manusia ratusan tahun kemudian,
sehingga kita selaku generasi muda muslim seharusnya mempelajari Al-Qur’an
tidak hanya mempelajari tentang tata bahasa semata, namun kita juga harus bisa
mengungkap ilmu-ilmu yang ada di dalamnya untuk dimanfaatkan dalam kehidupan
kita. Sains-sains yang ada di dunia ini tergolong pertama muncul ialah
berdasarkan Al-Quran, dan penerusannya oleh manusia dengan berbagai penemuan-penemuan
hal baru di bumi. Al-Qur’an ialah peletak dasar dari berbagai pengetahuan sains
dan sosial.
DAFTAR
PUSTAKA
H.G. Sarwar. Filsafat Al-Qur’an.
PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1994.
http://sulfiana22.blogspot.co.id/2014/03/makalah-al-quran-dalam-ilmu-pengetahuan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar