BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
dunia usaha, persangan harus dianggap positif. Dalam Teori Ilmu Ekonomi,
persaingan yang sempurna adalah suatu kondisi pasar yang ideal. Paling tidak
ada empat asumsi yang melandasi agar terjadinya persaingan yang sempurna pada
suatu pasar tertentu. Asumsi tersebut adalah:
1. Pelaku usaha tidak dapat menentukan
secara sepihak harga produk atau jasa,
2. Barang dan jasa yang dihasilkan oleh
pelaku usaha mempunyai kebebasan untuk masuk ataupun keluar dari
pasar
3. Konsumen dan pelaku pasar memiliki
informasi yang sempurna tentang berbagai hal
Persaingan
memberikan keuntungan kepada para pelaku usaha maupun kepada konsumen. Dengan
adanya persaingan maka pelaku usaha akan berlomba-lomba untuk terus memperbaiki
produk ataupun jasa yang dihasilkan sehingga pelaku usaha terus menerus
melakukan inovasi dan berupaya keras memberi produk atau jasa yang terbaik bagi
konsumen. Disisi lain dengan adanya persaingan maka konsumen sangat diuntungkan
karena mereka mempunyai pilihan dalam membeli produk atau jasa tertentu dengan
harga yang murah dan kualitas baik.
Dibeberapa
negara, hukum persaingan dikenal dengan istilah, “Antitrust Laws” atau
antimonopoli. Di Indonesia istilah yang sering digunakan adalah hukum
persaingan atau anti monopoli. Di Indonesia hukum anti monopoli diatur dalam
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan prakek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat. Undang-undang ini merupakan pengaturan secara
khusus dan komprehensif yang berkaitan dengan persaingan antar pelaku usaha.
Munculnya
persaingan menjadikan setiap pelaku pasar dituntut untuk terus menemukan metode
produksi yang baru untuk memperbaiki kualitas dan harga barang maupun jasa yang
dihasilkannya, sehingga terciptalah efisiensi ekonomi, yang berarti pelaku
usaha dapat menjual barang dengan harga yang wajar. Hukum persaingan diciptakan
dalam rangka mendukung terbentuknya sistem ekonomi pasar, agar persaingan antar
pelaku usaha dapat tetap hidup dan berlangsung secara sehat, sehingga konsumen
dapat terlindungi dari ajang ekploitasi bisnis.
Pada
tanggal 5 Maret 1999 telah diundangkan Undang-undang Republik Indonesia No.5
tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
(Undang-undang Anti Monopoli). Pasal 3 Undang-undang tersebut menyatakan bahwa
tujuan pembentukan Undang-undang ini adalah untuk
1. Menjaga kepentingan umum dan
meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat,
2. Mewujudkan iklim usaha yang kondusif
melalui persaingan usaha yang sehat sehinggan menjamin adanya kepastian
kesempatan yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah dan pelaku
usaha kecil,
3. Mencegah praktek monopoli atau
praktek usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha,
4. Terciptanya efektifitas dan
efisiensi dalam kegiatan usaha
Sehubungan
dengan lahirnya Undang-undang no.5 tahun 1999 maka Indonesia harus menata
kembali kerangka perekonomiannya, yang selama 32 tahun terpola seperti yang
diinginkan oleh Pemerintah Orde Baru, dimana perekonomian Indonesia bergantung
sepenuhnya pada kebijakan penguasa pada saat itu.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Larangan
Praktik Monopoli
1. Pengertian
Monopoli
Menurut UU nomor 5 tahun 1999 pasal 1 butir 1 UU Antimonopoli, Monopoli adalah penguasaan atas
produksi atau pemasaran barang dan atas penggunaan jasa tertentu oleh
suatu pelaku usaha atau suatu kelompok usaha. Persaingan usaha tidak sehat
(curang) adalah suatu persaingan antara pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan
produksi dan atau pemasaran barang atau jasa dilakukan dengan cara melawan
hukum atau menghambat persaingan usaha.
2. Bentuk-bentuk monopoli
a.
Monopoli karena undang-undang Dalam undang-undang
dasar 1945 pasal 33 yang memberikan hak monopoli
b.
Monopoli secara Alami Praktek monopoli yang terjadi
secara alami disebabkan karena didukung oleh iklim dan lingkungan yang cocok
c.
Monopli karena lisensi Dapat terjadi karena perusahaan
memproleh hak monopli melalui lisensi dengan menggunakan mekanisme kekuasaan.
3. Tujuan dibuat larangan
praktek monopoli
a. Menjaga kepentingan
umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional
b. Mewujudkan iklim usaha
yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat
c. Mencegah praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
d. Terciptanya efektivitas
dan efesiensi dalam usaha
Undang-Undang
(UU) persaingan usaha adalah Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan
untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang
cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan.
4. . Kegiatan yang Dilarang
dalam UU Anti Monopoli
Dalam UU No.5/1999, kegiatan yang dilarang
diatur dalam pasal 17 sampai dengan pasal 24. Undang-undang ini tidak
memberikan defenisi kegiatan,seperti halnya perjanjian. Namun demikian, dari
kata “kegiatan” kita dapat menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kegiatan
disini adalah aktivitas, tindakan secara sepihak. Bila dalam perjanjian yang dilarang merupakan
perbuatan hukum dua pihak maka dalam kegiatan yang dilarang adalah merupakan
perbuatan hukum sepihak.
Adapun kegiatan kegiatan yang dilarang tersebut yaitu :
a) Monopoli
Adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha
b) Monopsoni
Adalah situasi pasar dimana hanya ada satu pelaku
usaha atau kelompok pelaku usaha yang menguasai pangsa pasar yang besar yang
bertindak sebagai pembeli tunggal, sementara pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha yang bertindak sebagai
penjual jumlahnya banyak.
c) Penguasaan pasar
Di dalam UU no.5/1999 Pasal 19,bahwa kegiatan yang
dilarang dilakukan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya penguasaan
pasar yang merupakan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat yaitu :
1. menolak dan atau
menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan
usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan;
- menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya;
- membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan;
- melakukan praktik diskriminasi terhadap pelaku usaha tertentu.
d) Persekongkolan
Adalah bentuk kerjasama yang dilakukan oleh pelaku
usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkutan
bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol (pasal 1 angka 8 UU No.5/1999).
e) Posisi Dominan
Artinya pengaruhnya sangat kuat, dalam Pasal 1 angka 4
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 menyebutkan posisi dominan merupakan suatu
keadaan dimana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar
bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa yang dikuasai atau pelaku usaha
mempunyai posisi tertinggi diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam
kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan, penjualan,
serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan dan permintaan barang atau jasa
tertentu.
f) Jabatan Rangkap
Dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
dikatakan bahwa seorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris
dari suatu perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi
direksi atau komisaris pada perusahaan lain.
B.
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
1.
Pengertian
Konsumen
Menurut
pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga ,orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan
Menurut UU
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia
Perlindungan
Konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta
mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi,
ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima
tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
2.
Asas-Asas
Perlindungan Konsumen dan Tujuan perlindungan konsumen
.a. Asas manfaat
dimaksudkan
untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b.
Asas keadilan
dimaksudkan
agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
c.
Asas
keseimbangan
dimaksudkan
untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
d.
Asas keamanan
dan keselamatan konsumen
Dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
e.
Asas kepastian
hukum
dimaksudkan
agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian
hukum.
3.
Tujuan
Perlindungan Konsumen
Menurut
pasal 3 tentang Perlindungan Konsumen, bertujuan:
a.
Meningkatkan kesadaran,
kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau jasa.
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
- Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
- Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen
diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta
mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara
benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan
sebagainya.
4.
Hak Dan
Kewajiban Perilaku Usaha
Seperti
halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
a.
Hak untuk
menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai
tukar barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
- Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
- Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
- Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan atau jasa yang diperdagangkan.
- Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
5. Perbuatan Yang Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Adapun
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu:
1.
Pelaku usaha
dilarang memperdagangkan barang dan atau jasa yang:
a. Tidak sesuai
dengan:
- Standar yang dipersyaratkan;
- Peraturan yang berlaku;
- Ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b.Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label,
etiket dan keterangan lain mengenai barang dan atau jasa yang menyangkut:
- Berat bersih;
- Isi bersih dan jumlah dalam hitungan;
- Kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran;
- Mutu, tingkatan, komposisi;
- Proses pengolahan;
- Gaya, mode atau penggunaan tertentu;
- Janji yang diberikan.
c.Tidak
mencantumkan:
- Tanggal kadaluarsa atau jangka waktu penggunaan atau pemanfaatan paling baik atas barang tertentu;
- Informasi dan petunjuk penggunaan dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d.Tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana pernyataan “halal”
yang dicantumkan dalam label.
e. tidak memasang
label atau membuat penjelasan yang memuat:
- Nama barang;
- Ukuran, berat atau isi bersih, komposisi;
- Tanggal pembuatan;
- Aturan pakai;
- Akibat sampingan;
- Nama dan alamat pelaku usaha;
- Keterangan penggunaan lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
f.Rusak, cacat
atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan Pangan), tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar.
2.
Dilarang
menawarkan, mempromosikan, mengiklankan barang dan atau jasa:
- Telah memenuhi standar mutu tertentu, potongan harga atau harga khusus, gaya atau mode tertentu, sejarah atau guna tertentu.
- Dalam keadaan baik atau baru, tidak mengandung cacat, berasal dari daerah tertentu, merupakan kelengkapan dari barang tertentu.
3.
Secara tidak
benar dan seolah-olah barang dan atau jasa tersebut:
- Telah mendapatkan atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesoris tertentu.
- Dibuat perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi.
- Telah tersedia bagi konsumen.
a.
Langsung atau
tidak langsung merendahkan barang dan atau jasa lain.
- Menggunakan kata-kata berlebihan, secara aman, tidak berbahaya, tidak mengandung resiko atau efek samping tanpa keterangan lengkap.
- Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
- Dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika bermaksud tidak melaksanakan.
- Dengan menjanjikan hadiah cuma-cuma, dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tetapi tidak sesuai dengan janji.
- Dengan menjanjikan hadiah barang dan atau jasa lain, untuk obat-obat tradisional, suplemen makanan, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan.
- Dalam menawarkan barang dan atau jasa untuk diperdagangkan dilarang mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai:
- Harga atau tarif dan potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan.
- Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas barang dan atau jasa.
- Kegunaan dan bahaya penggunaan barang dan atau jasa.
- Dalam menawarkan barang dan atau jasa untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah dengan cara undian dilarang:
- Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu dijanjikan.
- Mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa.
- Memberikan hadiah tidak sesuai janji dan atau menggantikannya dengan hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
- Dalam menawarkan barang dan atau jasa, dilarang melakukan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan kepada konsumen baik secara fisik maupun psikis.
- Dalam hal penjualan melalui obral atau lelang, dilarang menyesatkan dan mengelabui konsumen dengan:
- Menyatakan barang dan atau jasa tersebut seolah-olah memenuhi standar mutu tertentu dan tidak mengandung cacat tersembunyi.
- Tidak berniat menjual barang yang ditawarkan, melainkan untuk menjual barang lain.
- Tidak menyediakan barang dan atau jasa dalam jumlah tertentu atau cukup dengan maksud menjual barang lain.
- Menaikan harga sebelum melakukan obral.
6.Sanksi
Sanksi-Sanksi
Pelaku Usaha
Sanksi bagi
pelaku usaha menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, yaitu:
- Sanksi perdata
Ganti rugi
dalam bentuk:
v
Pengembalian uang
v
Penggantian barang
v
Perawatan kesehatan
v
Pemberian santunan
Ganti rugi
diberikan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi
administrasi:
Maksimal Rp
200.000.000 (Dua Ratus Juta Rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat
(2) dan (3), 20, 25
2.Sanksi pidana
Kurungan:
ü Penjara 5 tahun atau denda Rp 2.000.000.000
(Dua Milyar Rupiah) pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15, 17 ayat (1) huruf a, b, c,
dan e dan pasal 18
Penjara 2 tahun
atau denda Rp 500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah) pasal 11, 12, 13 ayat (1),
14, 16 dan 17 ayat (1) huruf d dan f
Ketentuan
pidana lain (diluar Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen) jika konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian.
Hukuman tambahan, antara lain:
v
Pengumuman keputusan hakim
v
Pencabutan izin usaha
v
Dilarang memperdagangkan barang dan jasa
v Wajib
menarik dari peredaran barang dan jasa
v Hasil
pengawasan disebarluaskan kepada masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar