1.
Tafsir dan Penjelasan Surat Al-Anbiya’ Ayat 30
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ
كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
“Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu
keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya.” (Surat
al-Anbiya’: 30)
Apakah
mereka buta, tidak melihat bahwa langit beserta segala isinya dan bumi beserta
segala isinya semula bersatu, tidak retak, kemudian Kami pisah-pisahkan serta
Kami jadikan masing-masing di suatu arah, lalu masing-masing menunaikan
tugasnya.
Ahli-ahli tafsir telah menafsirkan ayat ini menurut menurut perkembangan
pengetahuan yang ada pada zamannya, ibnu katsir menafsirkan bahwa langit yang
banyak itu, yaitu tujuh petala langit, dengan bumi kita ini asal mulanya adalah
berpadu satu, berhubung-hubungan maka lama-kelamaan keduanya dipisahkan Allah
swt, tujuh petala langit naik ke atas, tujuh petala bumi turun ke bawah. Di
antara langit yang terdekat yaitu langit dunia dengan bumi kita ini dipisahkan
dengan udara (hawa).
Kata
ratqan dari segi bahasa berarti terpadu, sedangkan kata fataqnahuma
yang berarti terbelah / terpisah. Berbeda-beda pendapat ulama tentang
kata-kata tersebut. Ada yang memahaminya dalam arti langit dan bumi tadinya
merupakan satu gumpalan yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumi pun tidak
ditumbuhi perpohonan, kemudian Allah membelah langit dan bumi dengan
jaln menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di bumi. Ada
lagi yang berpendapat bahwa bumi dan langit tadinya merupakan sesuatu yang utuh
tidak terpisah, kemudian Allah pisahkan dengan mengangkat langit ke atas dan
membiarkan bumi tetap di tempatnya berada di bawah lalu memisahkan keduanya
dengan udara.[1]
وَجَعَلْنَا
مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
“Dan dari air
kami jadikan segala sesuatu yang hidup.”
Allah
telah menjadikan segala yang hidup dari air, baik pohon kayu maupun binatang.
Tidak ada benda hidup yang tidak membutuhkan air, bahkan air lah yang menjadi
asalnya. Hewan berasal dari nuthfah, sedangkan nuthfah itu adalah air.
Tumbuh-tumbuhan juga tidak bisa hidup tanpa air.
Sebagian
ulama pada masa sekarang ini berpendapat bahwa segala binatang pada mulanya
dijadikan di laut. Baik burung maupun ternak darat adalah berasal dari laut.
Airlah unsur yang penting bagi kehidupan sesuatu yang hidup. Hewan bisa hidup
sampai 70 hari tanpa mengenyam makanan, jika masih meminum air.[2]
أَفَلَا
يُؤْمِنُونَ
“Apakah
mereka tetap tidak mau beriman?”
Mengapa
mereka tidak memperhatikan dalil-dalil yang telah dikemukakan supaya mereka
meyakini adanya Pencipta Yang Maha Kuasa, lalu mereka mengimaninya?[3]
Setelah
ayat-ayat yang lalu mengemukakan aneka argumen tentang keesaan Allah swt., baik
yang bersifat akli, yakni yang dapat dicerna oleh akal, maupun yang nakli, yaitu
yang bersumber dari kitab-kitab suci, kini kaum musyrik diajak untuk
menggunakan nalar mereka guna sampai kepada kesimpulan yang sama dengan apa
yang dikemukakan itu. Nalar mereka
digugah oleh ayat ini dengan menyatakan: Dan apakah orang-orang yang kafir
belum juga menyadari apa yang telah Kami jelaskan melalui ayat yang lalu dan
tidak melihat, yakni menyaksikan dengan mata hati dan pikiran sejelas mata,
bahwa langit dan bumi keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan keduanya. Dan Kami jadikan dari air yang tercurah dari
langit, yang terdapat di dalam bumi dan yang terpancar dalam bentuk sperma segala
sesuatu yang hidup. Maka, apakah mereka buta sehingga mereka
tidak juga beriman tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt.,? atau
belum juga percaya bahwa tidak ada satupun dari makhluk yang terdapat di langit
dan di bumi yang wajar dipertuhankan?
Di
dalam ayat ini juga menerangkan tentang kegunaan air, segala sesuatu yang hidup
Allah jadikan dari air dan untuk bertahan hidup pun segala sesuatu yang hidup
memerlukan air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar