Sabtu, 21 November 2015

tafsir surah al-anbiya ayat 30


1.             Tafsir dan Penjelasan Surat Al-Anbiya’ Ayat 30

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا

“Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian kami pisahkan antara keduanya.” (Surat al-Anbiya’: 30)
Apakah mereka buta, tidak melihat bahwa langit beserta segala isinya dan bumi beserta segala isinya semula bersatu, tidak retak, kemudian Kami pisah-pisahkan serta Kami jadikan masing-masing di suatu arah, lalu masing-masing menunaikan tugasnya.
Ahli-ahli tafsir telah menafsirkan ayat ini menurut menurut perkembangan pengetahuan yang ada pada zamannya, ibnu katsir menafsirkan bahwa langit yang banyak itu, yaitu tujuh petala langit, dengan bumi kita ini asal mulanya adalah berpadu satu, berhubung-hubungan maka lama-kelamaan keduanya dipisahkan Allah swt, tujuh petala langit naik ke atas, tujuh petala bumi turun ke bawah. Di antara langit yang terdekat yaitu langit dunia dengan bumi kita ini dipisahkan dengan udara (hawa).
Kata ratqan dari segi bahasa berarti terpadu, sedangkan kata fataqnahuma yang berarti terbelah / terpisah. Berbeda-beda pendapat ulama tentang kata-kata tersebut. Ada yang memahaminya dalam arti langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan yang terpadu. Hujan tidak turun dan bumi pun tidak ditumbuhi perpohonan, kemudian Allah membelah langit dan bumi dengan jaln menurunkan hujan dari langit dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan di bumi. Ada lagi yang berpendapat bahwa bumi dan langit tadinya merupakan sesuatu yang utuh tidak terpisah, kemudian Allah pisahkan dengan mengangkat langit ke atas dan membiarkan bumi tetap di tempatnya berada di bawah lalu memisahkan keduanya dengan udara.[1]
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup.”
Allah telah menjadikan segala yang hidup dari air, baik pohon kayu maupun binatang. Tidak ada benda hidup yang tidak membutuhkan air, bahkan air lah yang menjadi asalnya. Hewan berasal dari nuthfah, sedangkan nuthfah itu adalah air. Tumbuh-tumbuhan juga tidak bisa hidup tanpa air.
Sebagian ulama pada masa sekarang ini berpendapat bahwa segala binatang pada mulanya dijadikan di laut. Baik burung maupun ternak darat adalah berasal dari laut. Airlah unsur yang penting bagi kehidupan sesuatu yang hidup. Hewan bisa hidup sampai 70 hari tanpa mengenyam makanan, jika masih meminum air.[2]
 أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
“Apakah mereka tetap tidak mau beriman?”
Mengapa mereka tidak memperhatikan dalil-dalil yang telah dikemukakan supaya mereka meyakini adanya Pencipta Yang Maha Kuasa, lalu mereka mengimaninya?[3]
Setelah ayat-ayat yang lalu mengemukakan aneka argumen tentang keesaan Allah swt., baik yang bersifat akli, yakni yang dapat dicerna oleh akal, maupun yang nakli, yaitu yang bersumber dari kitab-kitab suci, kini kaum musyrik diajak untuk menggunakan nalar mereka guna sampai kepada kesimpulan yang sama dengan apa yang dikemukakan itu.  Nalar mereka digugah oleh ayat ini dengan menyatakan: Dan apakah orang-orang yang kafir belum juga menyadari apa yang telah Kami jelaskan melalui ayat yang lalu dan tidak melihat, yakni menyaksikan dengan mata hati dan pikiran sejelas mata, bahwa langit dan bumi keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya. Dan Kami jadikan dari air yang tercurah dari langit, yang terdapat di dalam bumi dan yang terpancar dalam bentuk sperma segala sesuatu yang hidup. Maka, apakah mereka buta sehingga mereka tidak juga beriman tentang keesaan dan kekuasaan Allah swt.,? atau belum juga percaya bahwa tidak ada satupun dari makhluk yang terdapat di langit dan di bumi yang wajar dipertuhankan?
Di dalam ayat ini juga menerangkan tentang kegunaan air, segala sesuatu yang hidup Allah jadikan dari air dan untuk bertahan hidup pun segala sesuatu yang hidup memerlukan air.


[1] M. Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid 8 (Jakarta: Lentera Hati, 2009), hlm. 41.
[2] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nuur jilid 3, (Semarang: pustaka rizki putra, 2000), hlm. 2604.
[3] Ibid.,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar